Selasa, 01 Juli 2014

JOURNEY TO LAMNO



Pemandangan dari komplek makam Poteumeureuhom

Lamp-no : lampu tidak, haha ngaco. Oke  jadi ngapain ke Lamno? Kalo langsung dikasih tau gak seru donk? jadi hari Kamis, 19 Juni 2014 kurang lebih jam 7.30 pagi, temenku, temen gue, temen saya, apaan sih? karena sama temen-temen biasa pake ”lo gue” jadi di sini pake “gue” aja, okesip? Bukan bermaksud biar gaul, sok slengean, tidak berbahasa Indonesia dengan  baik dan benar atau apapun itu (tapi emang itu maksudnya). Gue lupa nama temen gue tadi, kita sebut saja namanya Prima, jadi dia udah sibuk BBM™-in gue pagi-pagi. Sorry men, gue juga bisa BBM-an, meskipun cuma pake android selebar 3,2 inchi yang bibirnya layarnya udah pecah-pecah ketimpuk batu ginjal kakek tetangga gue, jadi Prima ini nanyain gue udah mandi belom, udah siap belom, jadi dia ini udah sibuk banget kayak Camat Meureubo. Akhirnya kita berangkat juga sekitar jam 8.40, meskipun rambut Prima udah jadi putih dan mukanya makin keriput karena kelamaan nunggu. Oke cukup..

Kita berenti dulu di SPBU Suak Raya buat ngisi bensin si belalang tempur warna biru bemerek suzuki dengan BBM non subsidi, cuma 20rb perak udah penuh, kali ini gue yang bayar. Oke perjalanan dimulai, jarak relatif dari Meulaboh ke Lamno sekitar 3 jam, cukup untuk bikin pantat ngilu akibat gaya gesekan dengan jok motor ditambah sengatan matahari yang terik-terik asyik. Tapi perjalanan gak akan ngebosenin karena kita bakal disuguhin panorama pantai antara Calang – Lamno dengan pulau-pulau karang yang wow dan lautan biru yang wow banget. Di perjalanan kita ngisi bensin 2 kali lagi, sama emak-emak di pinggir jalan 10rb perak dan di SPBU Lamno 18rb perak, lagi-lagi gue yang bayar. Sekitar jam 11.30 kita sampai di pertigaan atau simpang menuju tempat tujuan kita yaitu Gampong (Desa) Babah Ie, Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia, Kode Pos 23657, yang letaknya di kaki gunung Geurute.

Kita gak langsung masuk ke desanya, kita milih istirahat dulu di warung makan yang berjejer di simpang. Kita pesan kopi hitam sebagai pembuka, ada juga yang bisa kami ajak berbincang tentang Desa Babah Ie maupun desa-desa lain di sekitarnya, tentang kerajaan Keluang, Poteumeurehom, keturunan mata biru dan sebagainya, yaitu bapak yang tengah kerja bikin kios-kios di belakang warung makan yang kita singgahi, sayangnya lupa kami tanyakan siapa nama beliau, beliau juga menawarkan kita untuk ke desanya di Indra Jaya sekalian nunjukin tempat-tempat yang kami sebutkan dalam perbincangan tadi, namun kita tunda dulu ajakan beliau karena kita memutuskan untuk ke Desa Babah Ie yang jadi tujuan utama kita. Setelah selesai berbincang-bincang, ngopi dan makan siang, kita tidak langsung pergi ke Desa Babah Ie karena kita harus bayar, ya iyalah bayar dulu, masa langsung pergi? emang itu warung punya Prima? Jreng-jreng kita abis 60rb dan entah kenapa lagi-lagi gue yang harus bayar.

Jalan masuk ke Babah Ie berkelok, dengan kebun-kebun duren di kanan kiri, kemudian tak jauh kita bisa melihat perkampungan yang keren di lereng Gunung Geurute itu. Kita bertemu dua cewek, lebih tepatnya ibu-ibu yang lagi duduk-duduk nyantai kayak di pantai. Tanpa panjang lebar kita berkenalan lebih tepatnya kita mengenalkan diri, dan mengutarakan maksud tujuan kita ke Desa Babah Ie ini, kebetulan ibu yang satu ini ternyata ceweknya istrinya pak keuchik (kepala desa). Langsung aja kita diajak ke rumah untuk bertemu beliau. Tapi kita putusin untuk shalat dzuhur dulu di Masjid. Selesai shalat kita langsung menuju rumah Pak keuchik.

Kita ngucap salam, lalu bersalaman, tuan rumah mempersilahkan duduk, kita duduk. Sambutannya begitu hangat, karena kita disuguhin teh hangat dan segelas besar bubur kacang ijo rasa durian. Prima membuka perbincangan dengan mengungkapkan jati diri kita yang sesungguhnya (baca: memperkenalkan diri) lalu mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan kita ke sini, yaitu untuk meminta durian izin melakukan penelitian, yang gue sendiri gak tau suruh neliti apaan, sebagai tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Sosial. Jika diperbolehkan dan disediakan tempat menginap maka lusa kita akan kembali dengan membawa keranjang durian rombongan mahasiswa dan mahasiswi yang berjumlah sekitar 20 orang. Obrolan demi obrolan berlanjut, kita mencoba lebih asyik dengan membicarakan topik-topik lain mulai dari terowongan Geurute, yang sering jadi perbincangan namun belum juga terealisasikan. Sampai pada perbincangan yang mengantarkan pada fakta bahwa ternyata pak keuchik adalah ayah kandung Prima masih bersaudara dengan Prima, tapi gue gak paham dari mana asal-usulnya karena gue bukan Prima, bukan pula Pak Keuchik. Yang gue tau mereka bersaudara karena sama-sama keturunan Nabi Adam AS., hmmm singkat cerita akhirnya kita pun berpamitan setelah pak keuchik menyetujui dan memberikan izin pada kita untuk melakukan penelitian, dengan syarat kita harus membawa surat izin penelitian dari kampus yang nantinya ditujukan ke Kecamatan dan ke Desa. 

 Pak Keuchik Amin & Prima
 
Terus kemana lagi kita? Pulang? gak donk, markijut : mari kita lanjut. Dapet rekomendasi dari Pak Keuchik kalo kita harus ke pantai, pantai yang biasa orang-orang liat dari kantin-kantin di Gunung Geurute, bakalan dahsyat pastinya men. Tapi kita mampir dulu di warung deket rumah pak keuchik, karena kebetulan banyak bapak-bapak lagi duduk-duduk sambil makan krupuk, sebagai bentuk ramah-tamah kita bersalaman dan sedikit berbincang-bincang dengan mereka, tak mau terjebak dengan obrolan yang lama dan gue masih agak trauma karena bisa jadi semua bapak-bapak ini juga saudaraan sama Prima  akhirnya kita berpamitan.

Langsung menuju pantai, jalan ke pantainya berbatu dan belum diaspal, entah belum ada perhatian dari pemerintah atau memang sengaja dibiarkan supaya gak banyak orang luar datang ke pantai yang nantinya bisa bikin pantai kotor dan ngrusak alam sekitarnya yang masih terjaga *hiyaaa*. Keren pemandangannya men.. ada danau, ada padang rumput, ada pohon pinus, ada pantai, ada laut, ada gunung, luar biasa ciptaan Yang Maha Kuasa. Jadi pengen gelar tikar, maen gitar, nungguin ikan bakar, minum la**segar, hidung gue Prima mekar, oke cukup.


 Padang Rumput, Motor, Orang & Danau di belakang


 
 Motor, Orang, Pohon Pinus & Gunung di belakang


 
 Nunjuk Gunung Geurute

Prima kegirangan

Puas jepret-jepret, sekitar jam 15.30 WIB. kita melanjutkan perjalanan. Kali ini ke Geurute, untuk ke sana kita harus lewat jalan yang sama, jalan Gampong Babah Ie. Sekitar 10 menitan kita udah sampai di tempat istirahat favorit pengguna jalan lintas Banda Aceh – Pantai Barat Selatan Aceh ini, yak Geurute men. Dari kantin-kantin ini kita bisa liat pantai yang tadi di bawah dan juga hamparan Samudera Hindia, buat yang demen foto-foto, selfie-selfie dan narsis-narsis kayak kita pasti bakalan menggila kalo udah di Geurute, dijamin!


Can You see some islands and Indian Ocean there? 


 No description yet..

Kita pesan dua botol air mineral dan dua gelas minuman favoritnya AGM (Anak Gaul Meulaboh) yaitu sejenis minuman energi rasa anggur ditambah susu kental manis dan es batu, tergolong ke dalam minuman untuk orang-orang dengan level peduli kesehatan di bawah 50% (hasil penelitian Cak Lontong. percaya atau enggak, terserah!). Lumayan lama kita duduk di sini, karena suasana dan pemandangannya bikin betah. Namun apa boleh buat, gue dan Prima harus pulang ke kandang. Tapi sebelum pulang, tau kan apa yang harus kita lakuin? Ya! kita harus bayar dulu, kayak yang udah-udah gue yang harus bayar, semuanya 18rb perak, gue bayar pake duit 20rb, kembaliannya dikantongin sama Prima.

Sebelum melanjutkan perjalanan pulang, masih ada satu lagi tempat tujuan kita, yaitu Makam Poteumeurehom di Desa Kuala Daya, dari Geurute sekitar 20 menit. Jarak tempuh bertambah sekitar 5 menit, untuk sesi tanya jawab dengan warga sekitar dengan tema “Mana makam Poteumeureuhom?” meskipun udah dikasih tau jalan tapi kita lebih mengandalkan insting yang kita miliki, alhasil kita salah jalan, bukan salah sebenernya, cuma kurang tepat aja karena jalan yang kita lewati medannya lebih berat dan waktu tempuh bertambah lagi 5 menit. Jadi total jarak tempuh dari Geurute ke makam Poteumeureuhom sekitar 30 menit untuk pemula seperti kita.

Komplek makamnya berada di bukit yang dikelilingi laut di bagian utara hingga selatannya, setelah meminta izin kepada penjaganya kita harus menaiki beberapa meter anak tangga untuk mencapai lokasi makam. Kita segera cari tempat wudhu karena waktu shalat ashar hampir abis. Setelah shalat, Prima masukin duit kembalian di Geurute tadi ke kotak sumbangan yang ada di deket makam, terus dia berdo’a. kita sempat juga ngobrol sedikit dengan tiga remaja sekitar yang kebetulan dateng ke komplek makam, nyantai dan menikmati suasana sore. Namun tidak banyak informasi tentang Poteumeurehom yang kita dapet dari tiga bocah ini. Jadi gue kasih tau singkat aja, jadi Poteumeureuhom atau nama asli beliau adalah “Sulthan Salathin Alaidin Ri’ayat Syah” beliau adalah raja pertama di Kerajaan Negeri Daya, yang dengan bijaknya mampu menaklukkan dan menyatukan empat Kerajaan Negeri, yaitu Keluang, Lamno, Kuala Unga dan Kuala Daya yang saat itu tengah diakali oleh Portugis agar kekayaan alam yang dimiliki bisa dikuasai. Nah itu aja, kalo pengen tau lebih banyak tentang Poteumeureuhom, silahkan googling aja, oke? capek juga ngetiknya.


 Stairway to heaven Grave of Poteumeureuhom


Prima a.k.a penjaga makam  sementara :D

 Ketemu saudara, sama-sama muslim dan keturunan Nabi Adam AS.

Pemandangannya juara

kita lanjutkan perjalanan pulang, 50 menit jalan kita berenti buat shalat maghrib di Mesjid daerah Sampoinet, kita ngisi bensin lagi di SPBU Teunom 24rb perak, udah tau kan siapa yang harus bayar? Ya gue lagi.
Akhirnya perjalanan seharian ini kita akhiri dengan sepiring mie daging di Samatiga, 30rb dua porsi agak mahal menurut gue, karena dagingnya agak alot, bikinnya lama dan gue lagi yang harus bayar.

That’s it, kita sampai rumah jam 11 malem. Dan bagian paling penting dari perjalanan ini, biar kalian gak salah persepsi tentang gue atau Prima meskipun kita gak peduliin itu, bahwasanya semua biaya perjalanan ditanggung oleh mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UTU angkatan 2011 dan 2010. Terima kasih buat kalian semua yang udah kasih ongkos kita buat jalan-jalan, sering-sering ya? jangan kapok buat patungan lagi oke? Kita bakalan siap siaga untuk ngabisin duit kalian..  heahaha..
Wassalam..


Baca Juga:

0 komentar: