Pemandangan dari komplek makam Poteumeureuhom
Lamp-no : lampu tidak, haha ngaco. Oke jadi ngapain ke Lamno? Kalo langsung dikasih
tau gak seru donk? jadi hari Kamis, 19 Juni 2014 kurang lebih jam 7.30 pagi,
temenku, temen gue, temen saya, apaan
sih? karena sama temen-temen biasa pake ”lo gue” jadi di sini pake “gue”
aja, okesip? Bukan bermaksud biar gaul, sok slengean, tidak berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar atau apapun itu (tapi emang itu maksudnya). Gue lupa
nama temen gue tadi, kita sebut saja namanya Prima, jadi dia udah sibuk BBM™-in
gue pagi-pagi. Sorry men, gue juga bisa
BBM™-an, meskipun cuma pake android
selebar 3,2 inchi yang bibirnya layarnya udah pecah-pecah ketimpuk batu
ginjal kakek tetangga gue, jadi Prima ini nanyain gue udah mandi belom,
udah siap belom, jadi dia ini udah sibuk banget kayak Camat Meureubo. Akhirnya
kita berangkat juga sekitar jam 8.40, meskipun rambut Prima udah jadi putih dan
mukanya makin keriput karena kelamaan nunggu. Oke cukup..
Kita berenti dulu di SPBU Suak Raya buat ngisi bensin si
belalang tempur warna biru bemerek
suzuki dengan BBM non
subsidi, cuma 20rb perak udah penuh, kali
ini gue yang bayar. Oke perjalanan dimulai, jarak relatif dari Meulaboh ke
Lamno sekitar 3 jam, cukup untuk bikin pantat ngilu akibat gaya gesekan dengan
jok motor ditambah sengatan matahari yang terik-terik asyik. Tapi perjalanan
gak akan ngebosenin karena kita bakal disuguhin panorama pantai antara Calang –
Lamno dengan pulau-pulau karang yang wow dan lautan biru yang wow banget. Di
perjalanan kita ngisi bensin 2 kali lagi, sama emak-emak di pinggir jalan 10rb
perak dan di SPBU Lamno 18rb perak, lagi-lagi
gue yang bayar. Sekitar jam 11.30 kita sampai di pertigaan atau simpang menuju
tempat tujuan kita yaitu Gampong (Desa) Babah Ie, Kecamatan Jaya, Kabupaten
Aceh Jaya, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia, Kode Pos 23657, yang
letaknya di kaki gunung Geurute.
Kita gak langsung masuk ke desanya, kita milih istirahat
dulu di warung makan yang berjejer di simpang. Kita pesan kopi hitam sebagai
pembuka, ada juga yang bisa kami ajak berbincang tentang Desa Babah Ie maupun
desa-desa lain di sekitarnya, tentang kerajaan Keluang, Poteumeurehom,
keturunan mata biru dan sebagainya, yaitu bapak yang tengah kerja bikin
kios-kios di belakang warung makan yang kita singgahi, sayangnya lupa kami
tanyakan siapa nama beliau, beliau juga menawarkan kita untuk ke desanya di
Indra Jaya sekalian nunjukin tempat-tempat yang kami sebutkan dalam perbincangan
tadi, namun kita tunda dulu ajakan beliau karena kita memutuskan untuk ke Desa
Babah Ie yang jadi tujuan utama kita. Setelah selesai berbincang-bincang, ngopi
dan makan siang, kita tidak langsung
pergi ke Desa Babah Ie karena kita harus bayar, ya iyalah bayar dulu, masa
langsung pergi? emang itu warung punya Prima? Jreng-jreng kita abis 60rb dan
entah kenapa lagi-lagi gue yang harus bayar.
Jalan masuk ke Babah Ie berkelok, dengan kebun-kebun duren
di kanan kiri, kemudian tak jauh kita bisa melihat perkampungan yang keren di
lereng Gunung Geurute itu. Kita bertemu dua cewek, lebih tepatnya ibu-ibu yang lagi duduk-duduk nyantai kayak di
pantai. Tanpa panjang lebar kita berkenalan lebih tepatnya kita
mengenalkan diri, dan mengutarakan maksud tujuan kita ke Desa Babah Ie ini,
kebetulan ibu yang satu ini ternyata ceweknya istrinya pak keuchik
(kepala desa). Langsung aja kita diajak ke rumah untuk bertemu beliau. Tapi
kita putusin untuk shalat dzuhur dulu di Masjid. Selesai shalat kita langsung
menuju rumah Pak keuchik.
Kita ngucap salam, lalu bersalaman, tuan rumah
mempersilahkan duduk, kita duduk. Sambutannya begitu hangat, karena kita disuguhin teh
hangat dan segelas besar bubur kacang ijo rasa durian. Prima membuka perbincangan dengan mengungkapkan jati diri kita yang sesungguhnya
(baca: memperkenalkan diri) lalu mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan
kita ke sini, yaitu untuk meminta durian izin melakukan penelitian, yang gue sendiri gak tau suruh neliti apaan,
sebagai tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Sosial. Jika diperbolehkan dan
disediakan tempat menginap maka lusa kita akan kembali dengan membawa keranjang
durian rombongan mahasiswa dan mahasiswi yang berjumlah sekitar 20 orang. Obrolan
demi obrolan berlanjut, kita mencoba lebih asyik dengan membicarakan
topik-topik lain mulai dari terowongan Geurute, yang sering jadi perbincangan namun belum juga terealisasikan. Sampai
pada perbincangan yang mengantarkan pada fakta bahwa ternyata pak keuchik adalah
ayah kandung Prima masih bersaudara dengan Prima, tapi gue gak paham dari
mana asal-usulnya karena gue bukan Prima, bukan pula Pak Keuchik. Yang gue tau
mereka bersaudara karena sama-sama keturunan Nabi Adam AS., hmmm singkat cerita akhirnya kita
pun berpamitan setelah pak keuchik menyetujui dan memberikan izin pada kita
untuk melakukan penelitian, dengan syarat kita harus membawa surat izin penelitian dari kampus yang nantinya ditujukan ke Kecamatan dan ke Desa.
Pak Keuchik Amin & Prima
Terus kemana lagi kita? Pulang? gak donk, markijut : mari kita lanjut. Dapet rekomendasi dari Pak Keuchik kalo kita harus ke pantai, pantai yang biasa orang-orang liat dari kantin-kantin di Gunung Geurute, bakalan dahsyat pastinya men. Tapi kita mampir dulu di warung deket rumah pak keuchik, karena kebetulan banyak bapak-bapak lagi duduk-duduksambil makan
krupuk, sebagai bentuk ramah-tamah kita bersalaman dan sedikit
berbincang-bincang dengan mereka, tak mau terjebak dengan obrolan yang lama dan
gue masih agak trauma karena bisa jadi semua bapak-bapak ini juga saudaraan
sama Prima akhirnya kita berpamitan.
Terus kemana lagi kita? Pulang? gak donk, markijut : mari kita lanjut. Dapet rekomendasi dari Pak Keuchik kalo kita harus ke pantai, pantai yang biasa orang-orang liat dari kantin-kantin di Gunung Geurute, bakalan dahsyat pastinya men. Tapi kita mampir dulu di warung deket rumah pak keuchik, karena kebetulan banyak bapak-bapak lagi duduk-duduk
Langsung menuju pantai, jalan ke pantainya berbatu dan belum
diaspal, entah belum ada perhatian dari pemerintah atau memang sengaja
dibiarkan supaya gak banyak orang luar datang ke pantai yang nantinya bisa
bikin pantai kotor dan ngrusak alam sekitarnya yang masih terjaga *hiyaaa*. Keren pemandangannya men.. ada
danau, ada padang rumput, ada pohon pinus, ada pantai, ada laut, ada gunung,
luar biasa ciptaan Yang Maha Kuasa. Jadi pengen gelar tikar, maen gitar,
nungguin ikan bakar, minum la**segar, hidung gue Prima mekar, oke cukup.
Padang Rumput, Motor, Orang & Danau di belakang
Motor, Orang, Pohon Pinus & Gunung di belakang
Nunjuk Gunung Geurute
Prima kegirangan
Puas jepret-jepret, sekitar jam 15.30 WIB. kita melanjutkan
perjalanan. Kali ini ke Geurute, untuk ke sana kita harus lewat jalan yang
sama, jalan Gampong Babah Ie. Sekitar 10 menitan kita udah sampai di tempat istirahat
favorit pengguna jalan lintas Banda Aceh – Pantai Barat Selatan Aceh ini, yak
Geurute men. Dari kantin-kantin ini kita bisa liat pantai yang tadi di bawah
dan juga hamparan Samudera Hindia, buat yang demen foto-foto, selfie-selfie dan
narsis-narsis kayak kita pasti bakalan menggila kalo udah di Geurute,
dijamin!
Kita pesan dua botol air mineral dan dua gelas minuman
favoritnya AGM (Anak Gaul Meulaboh) yaitu sejenis minuman energi rasa
anggur ditambah susu kental manis dan es batu, tergolong ke dalam minuman untuk
orang-orang dengan level peduli kesehatan di bawah 50% (hasil penelitian Cak Lontong. percaya atau enggak, terserah!). Lumayan
lama kita duduk di sini, karena suasana dan pemandangannya bikin betah. Namun
apa boleh buat, gue dan Prima harus pulang ke kandang. Tapi sebelum
pulang, tau kan apa yang harus kita lakuin? Ya! kita harus bayar dulu, kayak
yang udah-udah gue yang harus bayar, semuanya 18rb perak, gue bayar pake duit
20rb, kembaliannya dikantongin sama Prima.
Sebelum melanjutkan perjalanan pulang, masih ada satu lagi tempat
tujuan kita, yaitu Makam Poteumeurehom di Desa Kuala Daya, dari Geurute sekitar
20 menit. Jarak tempuh bertambah sekitar 5 menit, untuk sesi tanya jawab dengan
warga sekitar dengan tema “Mana makam Poteumeureuhom?” meskipun udah dikasih
tau jalan tapi kita lebih mengandalkan insting yang kita miliki, alhasil kita
salah jalan, bukan salah sebenernya, cuma kurang tepat aja karena jalan yang
kita lewati medannya lebih berat dan waktu tempuh bertambah lagi 5 menit. Jadi
total jarak tempuh dari Geurute ke makam Poteumeureuhom sekitar 30 menit untuk
pemula seperti kita.
Komplek makamnya berada di bukit yang dikelilingi laut di
bagian utara hingga selatannya, setelah meminta izin kepada penjaganya kita
harus menaiki beberapa meter anak tangga untuk mencapai lokasi makam. Kita
segera cari tempat wudhu karena waktu shalat ashar hampir abis. Setelah shalat,
Prima masukin duit kembalian di Geurute tadi ke kotak sumbangan yang ada di
deket makam, terus dia berdo’a. kita sempat juga ngobrol sedikit dengan tiga
remaja sekitar yang kebetulan dateng ke komplek makam, nyantai dan menikmati
suasana sore. Namun tidak banyak informasi tentang Poteumeurehom yang kita
dapet dari tiga bocah ini. Jadi gue kasih tau singkat aja, jadi Poteumeureuhom atau
nama asli beliau adalah “Sulthan Salathin Alaidin Ri’ayat Syah” beliau adalah
raja pertama di Kerajaan Negeri Daya, yang dengan bijaknya mampu menaklukkan
dan menyatukan empat Kerajaan Negeri, yaitu Keluang, Lamno, Kuala Unga dan
Kuala Daya yang saat itu tengah diakali oleh Portugis agar kekayaan alam yang
dimiliki bisa dikuasai. Nah itu aja, kalo pengen tau lebih banyak tentang Poteumeureuhom,
silahkan googling aja, oke? capek juga ngetiknya.
Stairway toheaven Grave of Poteumeureuhom
Ketemu saudara, sama-sama muslim dan keturunan Nabi Adam AS.
Pemandangannya juara
Stairway to
Prima a.k.a penjaga makam sementara :D
Pemandangannya juara
kita lanjutkan perjalanan pulang, 50 menit jalan kita
berenti buat shalat maghrib di Mesjid daerah Sampoinet, kita ngisi bensin lagi
di SPBU Teunom 24rb perak, udah tau kan siapa yang harus bayar? Ya gue lagi.
Akhirnya perjalanan seharian ini kita akhiri dengan sepiring
mie daging di Samatiga, 30rb dua porsi agak mahal menurut gue, karena
dagingnya agak alot, bikinnya lama dan gue lagi yang harus bayar.
That’s it, kita sampai rumah jam 11 malem. Dan bagian paling
penting dari perjalanan ini, biar kalian gak salah persepsi tentang gue atau
Prima meskipun kita gak peduliin itu, bahwasanya semua biaya perjalanan ditanggung oleh mahasiswa jurusan Ilmu
Komunikasi FISIP UTU angkatan 2011 dan 2010. Terima kasih buat kalian semua
yang udah kasih ongkos kita buat jalan-jalan, sering-sering ya? jangan kapok
buat patungan lagi oke? Kita bakalan siap siaga untuk ngabisin duit kalian.. heahaha..
Wassalam..